Khalifah Umar bin Al-Khatab telah meletakkan sistem
wilayah-wilayah negara Islam pada masa khilafah rasyidin dalam bentuk final.
Sedang Abu Bakar telah meletakan asas-asas pertama sistem ini dengan mengirim
tentara untuk melakukan futuhaat yang dipimpin oleh seorang panglima militer.
Menurutnya panglima itulah yang mengatur daerah-daerah yang dibukanya. Adapun
Umar bin Al-Khatab meletakkan system pembagian wilayah ini sampai menjadi
mapan, dimana pada masanya seorang wali pemerintahan dijuluki dengan Amiir
(orang pertama yang menyandang gelar Amiir ini adalah Mughirah bin syu'bah)
maka selanjutnya sebutan ini berlaku untuk para panglima dan wali pemerintahan.
Dan seorang Amiir baginya adalah pemegang kekuasaan
(sulthan) khalifah di daerahnya, sebab ditangannyalah terdapat tiga kekuasaan,
baik tasyri'iyyah (legislative) yaitu kekuasaan yang dirujukkan kepada sang
khalifah, atau tanfiidziyyah (eksekutif) dalam mengurus wilayahnya, serta
qadhaiyyah (yudikatif) dalam hal itu juga. Namun oleh khalifah Umar ketiga
kekuasaan tadi dilepas satu demi satu dan dipisahkan, serta menyisakan
kekuasaan eksekutif untuk Amiir beserta kewenangan Imamah di masjid.
Beliau juga memisahkan sistem peradilan (Qadha), maka
ditunjuklah beberapa qadhi diberbagai wilayah. Juga memisahkan sistem kharraaj
dengan menunjuk para petugas pengambil kharraaj dan shadaqah.
Seorang Qadhi memutuskan gugatan-gugatan ditengah
masyarakat, membagi hasil fa'i atau mengawasi pendistribusi¬annya, juga
memantau kondisi para anak-anak yatim dan para janda serta harta-harta mereka.
Adapun penanggungjawab kharraaj adalah pengawas atas
pengaturan harta berian dan penghimpunannya dan harta sedekah.
Kendati demikian para wali, qadhi dan para pegawai negara
tadi kembali dan tunduk mereka kepada sang khalifah yang menunjuk dan
memberhentikan mereka. Dan sistem ini terus berjalan sampai akhir masa khilafah
rasyidin.
No comments :
Post a Comment