Sunday 24 January 2016

Kisah Kenabian Nabi Muhammad SAW

Suatu malam di gua Hiro, 4 KM dari Makkah, sesosok manusia terdiam tanpa kata. Di bulan Ramadhan, ketika usianya menginjak 41 tahun, ia seringkali pergi ke Gua Hiro untuk sekedar merenungi keadan masyarakatnya, juga untuk mendekatkan diri kepada Tuhannya.

Tanpa diduga, sesosok makhluk muncul, mendekap dan memeluknya erat dan berkata "Iqra!". Dari situlah, perjalanan manusia mulia, Muhammad SAW mengemban amanah kenabian dimulai.


Setelah peristiwa itu, nabi Muhammad SAW kemudian bergegas turun dan pulang kerumahnya. Ia masih gundah dan bingung apa yang sedang terjadi pada dirinya?

Selengkapnya ada di Paket DVD Koleksi Khalifah Trans7 TERLENGKAP! Klik DISINI

Saturday 29 August 2015

Jual DVD Khalifah Trans7 Vol-2: 65 Episode (For PC Only)

Paket lanjutan DVD Khalifah Trans7 dari yang sudah diposting sebelumnya DVD Khalifah Trans7 Vol 1, Paket ini juga dikemas dalam satu keping DVD dengan Format Data, jenis File MP4 dengan dimensi 360p (SD). Kualitas Gambar Youtube cukup baik, walau mungkin ada beberapa yang gambarnya tidak terlalu baik, karena semuanya hasil Download dari Youtube.

DVD ini dikhususkan untuk koleksi Pribadi sebagai referensi belajar sejarah Islam, tidak disarankan untuk dikomersilkan atau dijual kembali dalam bentuk apapun. Dicetak dalam Kepingan DVD Maxell , untuk versi DVD For PC Only (Hanya untuk Komputer) ini, kami tidak menyertakan Label dan Cover pada DVD tersebut. Tapi Kepingan DVD kami simpan dalam Case Plastik Hitam.


Berikut ini adalah Daftar Menu isi DVD Paket #1

List Episode;

Bulan Desemeber 2013
01. Khalifah Eps 2013.12.07 - Al-Amin dan Al-Ma'mun
02. Khalifah Eps 2013.12.14 - Menyongsong Kehancuran Yahudi
03. Khalifah Eps 2013.12.21 - Saifuddin Qutuz
04. Khalifah Eps 2013.12.28 - Syamr bin Zil Jausyan
05. Khalifah Eps 2013.12.28 - Tragedi Karbala

Tahun 2014

Bulan Januari 2014
06. Khalifah Eps 2014.01.04 - Thariq bin Ziyad
07. Khalifah Eps 2014.01.18 - Imam Syafi'i
08. Khalifah Eps 2014.01.25 - Imam Syafi'i 2

Bulan Februari 2014
09. Khalifah Eps 2014.02.01 - Zubair bin Awwam
10. Khalifah Eps 2014.02.08 - Suroqoh bin Malik
11. Khalifah Eps 2014.02.15 - Suhail bin Amr
12. Khalifah Eps 2014.02.22 - Zaid bin Amr

Bulan Maret 2014
13. Khalifah Eps 2014.03.01 - Usamah bin Zaid
14. Khalifah Eps 2014.03.08 - Abu Sufyan bin Harb
15. Khalifah Eps 2014.03.15 - Heraklius
16. Khalifah Eps 2014.03.22 - Gerakan Murtad
17. Khalifah Eps 2014.03.29 - Waroqoh bin Naufal

Bulan April 2014
18. Khalifah Eps 2014.04.05 - Abu Ja'far Al-Manshur
19. Khalifah Eps 2014.04.12 - Abu Ubaidah bin Jarrah
20. Khalifah Eps 2014.04.19 - Amr bin Ash
21. Khalifah Eps 2014.04.26 - Keluarga Yasir

Bulan Mei 2014
22. Khalifah Eps 2014.05.03 - Al-Walid bin Al-Mughiroh
23. Khalifah Eps 2014.05.10 - Taubatnya Sang Nabi Palsu; Tulaihah bin Khuwailid
24. Khalifah Eps 2014.05.17 - Perjalanan Menuju Kenabian; Muhammad SAW
25. Khalifah Eps 2014.05.24 - Ubaydullah bin Jahsyi
26. Khalifah Eps 2014.05.31 - Perjalanan Mengemban Risalah, Nabi Muhammad SAW

Bulan Juni 2014
27. Khalifah Eps 2014.06.07 - Panglima Qodisiyah
28. Khalifah Eps 2014.06.14 - Pedang Allah Yang Terhunus
29. Khalifah Eps 2014.06.21 - Penyeru Panggilan Langit
30. Khalifah Eps 2014.06.28 - Khaibar

Bulan Juli 2014
31. Khalifah Eps 2014.07.05 - Barokah binti Sa'labah
32. Khalifah Eps 2014.07.12 - Bulan Penuh Hikmah
33. Khalifah Eps 2014.07.19 - Imam Asy-Syafii
34. Khalifah Eps 2014.07.26 - Bulan Kemenangan

Bulan Agustus 2014
35. Khalifah Eps 2014.08.02 - An-Najasyi
36. Khalifah Eps 2014.08.09 - Imam Abu Hanifah
37. Khalifah Eps 2014.08.16 - Imam Al-Ghazali
38. Khalifah Eps 2014.08.23 - Sajah binti Haris
39. Khalifah Eps 2014.08.30 - Mengetuk Pintu Hidayah

Bulan September 2014
40. Khalifah Eps 2014.09.06 - Duta Dakwah Rasulullah
41. Khalifah Eps 2014.09.13 - Perintis Penakluk Persia
42. Khalifah Eps 2014.09.20 - Balasan Orang Zalim
43. Khalifah Eps 2014.09.27 - Kisah Abu Lahab (Bukti Mukjizat Al-Qur'an)

Bulan Oktober 2014
44. Khalifah Eps 2014.10.04 - Abdullah bin Jadan
45. Khalifah Eps 2014.10.11 - Abdullah bin Mas'ud (Mulia Karena Al-Qur'an)
46. Khalifah Eps 2014.10.18 - Ancaman Allah Pada Orang Munafik
47. Khalifah Eps 2014.10.25 - Abdurrahman Ad-Dakhil

Bulan Nopember 2014
48. Khalifah Eps 2014.11.01 - Hasan & Husain Memaknai Hari Asyura
49. Khalifah Eps 2014.11.08 - Keluarga Suhail bin Amr
50. Khalifah Eps 2014.11.15 - Abu Jahal (Kebodohan Berujung Kehinaan)
51. Khalifah Eps 2014.11.22 - Nahar Ar-Rojjal (Kebohongan yang Menyesatkan)
52. Khalifah Eps 2014.11.29 - Jabalah bin Ayham (Kisah Raja Meninggalkan Hidayah)

Bulan Desember 2014
53. Khalifah Eps 2014.12.06 - Ummu Imarah (Wanita Perisai Rasulullah SAW)
54. Khalifah Eps 2014.12.13 - Abu Tholib dan Misteri Hidayah
55. Khalifah Eps 2014.12.20 - Zainab Binti Haris  (Wanita Yang Meracuni Nabi)
56. Khalifah Eps 2014.12.27 - Ja'far bin Abi Thalib (Pemilik Sayap di Surga)

Tahun 2015

Bulan Januari 2015
57. Khalifah Eps 2015.01.03 - Abdullah bin Abdul Muthalib
58. Khalifah Eps 2015.01.10 - Uwais Al-Qarni
59. Khalifah Eps 2015.01.17 - Abu Lu'lu'ah (Pembunuh Khalifah Umar)
60. Khalifah Eps 2015.01.24 - Rafi' bin Haris (Antara Perjuangan & Cinta)
61. Khalifah Eps 2015.01.31 - Kepala Negara Termiskin di Dunia

Bulan Februari 2015
62. Khalifah Eps 2015.02.07 - Misteri Mimpi
63. Khalifah Eps 2015.02.14 - Abu Mihjan, Akhir Petualangan Pecandu Khamar
64. Khalifah Eps 2015.02.21 - Legenda dan Kenyataan
65. Khalifah Eps 2015.02.28 - Hamzah bin Abdul Muthalib (Singa Allah dan Rasulullah-Nya)

Infaq biaya cetak DVD Khalifah Trans7 Volume-2: Rp 50.000
Untuk Paket DVD Khalifah Trans7 Volume-1 DISINI

Jual DVD Khalifah Trans7 Vol-1: 79 Episode (For PC Only)

Paket Perdana DVD Khalifah Trans7 yang dikemas dalam satu keping DVD dengan Format Data, jenis File MP4 dengan dimensi 360p (SD). Kualitas Gambar Youtube cukup baik, walau mungkin ada beberapa yang gambarnya tidak terlalu baik, karena semuanya hasil Download dari Youtube.

DVD ini dikhususkan untuk koleksi Pribadi sebagai referensi belajar sejarah Islam, tidak disarankan untuk dikomersilkan atau dijual kembali dalam bentuk apapun. Dicetak dalam Kepingan DVD Maxell , untuk versi DVD For PC Only (Hanya untuk Komputer) ini, kami tidak menyertakan Label dan Cover pada DVD tersebut. Tapi Kepingan DVD kami simpan dalam Case Plastik Hitam.


Berikut ini adalah Daftar Menu isi DVD Paket #1

List Episode;

Tahun 2012

Bulan Desember 2012
01. Khalifah Eps 2012.12.29 - Pelajaran Mahal dari Abu Lahab dan Ummu Jamil
02. Khalifah Eps 2012.12.30 - Usman bin Affan

Bulan Januari 2013
03. Khalifah Eps 2013.01.05 - Umair bin Wahab, Setan Quraisy
04. Khalifah Eps 2013.01.11 - Wahsyi bin Harb
05. Khalifah Eps 2013.01.12 - Abu Thalib
06. Khalifah Eps 2013.01.12 - Hamzah bin Abdul Muthalib
07. Khalifah Eps 2013.01.19 - Shafiah binti Abdul Muthalib
08. Khalifah Eps 2013.01.20 - Khalifah Usman bi Affan
09. Khalifah Eps 2013.01.26 - Halimah As Sadiah

Bulan Februari 2013
Bulan Maret 2013
Bulan April 2013
Bulan Mei 2013
Bulan Juni 2013

Bulan Juli 2013

Bulan Agustus 2013
Bulan September 2013

Bulan Oktober 2013
Bulan Nopember 2013

Tambahan;

Episode Lainnya;

58. Khalifah Eps 012 - Hamzah Bin Abdul Muthalib
59. Khalifah Eps 016 - Utsman Bin Affan
60. Khalifah Eps 017 - Ali bin Abi Thalib: Jiwa Tanpa Noda
61. Khalifah Eps 018 - Ali bin Abi Thalib: Kesatria Rasulullah
62. Khalifah Eps 019 - Khadijah binti Khuwailid: Wanita Paling Mulia di Dunia
63. Khalifah Eps 020 - Nusaibah Binti Ka'ab: Wanita Perisai Rasulullah
64. Khalifah Eps 021 - Ammar Bin Yasir: Orang yang Sabar
65. Khalifah Eps 022 - Hindun: Tobatnya Wanita Pemakan Jantung
66. Khalifah Eps 023 - Zaid bin Haritsah
67. Khalifah Eps 024 - Bilal bin Rabah: Seorang Budak Menjadi Penyeru Adzan Pertama
68. Khalifah Eps 025 - Khalid bin Walid: Sang Pedang Allah
69. Khalifah Eps 026 - Abbas bin Abdul Muthollib: Pelindung Rosul Yang Belum Beriman
70. Khalifah Eps 027 - Ja'far bin Abi Thalib: Sang Penakluk Raja Habasyah
71. Khalifah Eps 029 - Penaklukan Kota Makkah
72. Khalifah Eps 030 - Peristiwa Hunain, Ujian Kaum Beriman
73. Khalifah Eps 031 - Perang Tabuk: Ekspedisi Penuh dengan Kesulitan
74. Khalifah Eps 032 - Abdullah bin Zubair: Sang Merpati Masjid Telah Tiada
75. Khalifah Eps 033 - Menumpas Yahudi di Khaibar
76. Khalifah Eps 034 - Keteguhan Iman Khubaib bin Adi
77. Khalifah Eps 035 - Qa'qa' bin Amru At-Tamimi: Kesatria dari Suku Bani Tamim
78. Khalifah Eps 036 - Perjalanan Keislaman Umar Bin Khattab
79. Khalifah Eps 050 - Ummu Aiman: Pengasuh Rasulullah
Infaq biaya cetak DVD Khalifah Trans7 Volume-1: Rp 50.000
Untuk Paket lanjutan DVD Khalifah Trans7 Volume-2 DISINI

Tuesday 1 July 2014

Sistem Keuangan Pada Masa Khulafa Rasyidin

Disebutkan bahwa sistem pemerintahan di masa Khulafa Rasyidin bisa dikatakan menganut sistem sosialis (isytirakiyah), seperti akan nampak jelas pada uraian pembahasan sistem keuangan negara tersebut.
Sumber kekayaan utama sistem ini dari sisi keuangan adalah sumber pemasukannya, dimana negara memusatkan perhatiannya dan menjadikan sebuah masyarakat yang cenderung kepada sistem sosialis, yang memiliki ciri utama sebagian besar tanah adalah milik negara. Tapi sebagian tanah tetap milik perorangan apabila pemilikannya sebelum terjadinya futuhat.

Sistem keuangan ini juga bercirikan bahwa semua orang semestinya hidup dalam tingkat kehidupan yang standar dan wajar, tidak hidup mewah dan tidak turun dibawah garis kemiskinan. Negara hendaknya memperhatikan nasib kaum fakir miskin dan memberi haknya. Inilah sistem Islam yang diletakkan atas dasar Al-Quran dan sunnah. Setidaknya sistem ini mendapat uraian terinci pada masa khalifah Umar bin Al-Khathab yang memanfaatkan pengelolaan wilayah-wilayah yang dibuka (futuhaat) dan sistem didalamnya. Sampai sistem ini mapan dan matang dengan perkembangan pemikiran Islam dan kebutuhan daerah-daerah yang dibebaskan tersebut.

Negara-negara yang tadinya dibawah kekuasaan Romawi dan Parsi masa dahulu wajib membayar pajak dalam jumlah yang Besar, walau seluruh rakyatnya tidak membayar pajak. Ada lapisan tertentu di masyarakat yang tidak menunaikan apapun ke lumbung negara, tapi ada lapisan lain yang memberikan pajak hartanya kepada orang lain yang menyandarkan hidup darinya, mereka adalah pemuka agama. Dan pajak-pajak tersebut banyak jenisnya pada tanah-tanah tersebut yang amat dirasakan oleh rakyat, dimana mereka wajib menyerahkan kepada penguasa apa-apa yang menjadi penghidupannya berupa bulir-bulir bijian yang banyak. Sedang mereka bekerja dan menyerahkan hasil pekerjaannya seluruhnya seakan-akan hal itu sesuap makanan bagi mereka.

Kemudian datanglah masa pembebasan (futuhat), maka kaum muslimin menguasai mayoritas tanah-tanah tersebut yang tadinya dibawah kekuasaan Parsi dan Romawi. Tadinya dalam ketentuan hukum pembebasan (fath) dan peperangan bahwa tanah-tanah dan apa-apa yang ada di dalamnya adalah milik para tentara pembebas (al- faatihun), namun beberapa shahabat yang ikut serta dalam pembebasan tersebut, terutama dari para pembesar-pembesarnya seperti Saad bin Abi Waqash, Abu ‘Ubaidahidah, dan Amru bin Ash memohon tanah-tanah tersebut dibagi-bagi diantara mereka sebagaimana Rasulullah SAW melakukannya di tanah Khaibar. Maka mereka minta izin dan restu dari para penguasa wilayah dibawah Khalifah Umar bin Al-Khattab tentang perkara ini. Maka Umar mempertimbangkan pendapatnya dalam persoalan ini sebagai berikut: “jika tanah-tanah itu dibagi sesama tentara pembebas (fatihin), maka apa Yang tersisa untuk yang datang sesudahnya? Dan apa yang tersisa dari harta benda untuk membiayai futuhat selanjutnya? Dan apa nasib para pembebas (fatihin) sedang mereka harus memperhatikan lanah-tanah mereka, menanaminya dan mengelolanya, sehingga mereka akan terbuai lupa akan futuhat mendatang?”

Realitanya, bahwa masalah ini amatlah sangat penting, dan Umar bin Al-Khathab sebelumnya telah mempertimbangkannya dari sisi kemaslahatan agama dan kemaslahatan umat, walau persoalan sebenarnya bahwa para pembebas (fatihin) itu berhak untuk membagi tanah-tanah tersebut, tapi apakah hal itu sejalan dengan Fuh Islam?

Sehingga masalah ini menyita waktu cukup besar bagi Umar untuk memikirkannya secara luas. Dan sungguh baginya untuk memenangkan ruh Islam tanpa melanggar teks Al-Quran dan Sunnah. Maka segera ia kembali kepada Al-Quran dan didapatkannya dua ayat, salah satunya menetapkan pembagian tanah pembebasan yang biasanya menyambung dengan suatu daerah dan tanah khusus. Sedang ayat lain mengisyaratkan kepada satu macam yang terbilang dan mencakup umat seluruhnya. Dan telah disebutkan pada satu konteks tertentu bahwa tanah tersebut tidak menyambung dengan perkampungan tertentu melainkan dengan seluruh perkampungan, jadi yang terjadi disini adalah disamaratakan tanpa ada pembatasan. Allah Swt berfirman:
“Apa saja harta rampasan (fa'i) yang diberikan Allah kepada RasulNya yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan hanya beredar diantara orang-orang kaya saja diantara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah, dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukumanNya. Juga bagi para fuqara yang berhijrah yang diusir dari kampong halaman dan dari harta benda mereka (karena) mencari karunia dari Allah dan keridhaan(Nya) dan mereka menolong Allah dan RasulNya. Mereka itulah orang-orang yang benar.”

Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshar) sebelum kedatangan mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tidak menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang Muhajirin) dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin) atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung. Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdoa: “Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman: Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang”.

Ayat ini berkaitan dengan fai' dari penduduk desa secara umum, bukan dari desa tertentu seperti termaktub di dalam Al-Quran untuk kondisi tertentu. Dan ayat mencakup semua lapisan kaum baik fakir, miskin, orang dalam perjalanan (musafir), muhajirin dan anshar kemudian mereka yang datang setelahnya yaitu mencakup umat Islam. Pada ayat ini Umar bin Al-Khathab merenung dan berkomentar: Hendaknya seluruh tanah-tanah tersebut tetap diperuntukan umat dan dari mereka semua tanah¬tanah tersebut ditahan.

Namun ada beberapa sahabat yang tidak sependapat, mereka tetap berpegang pada ayat yang mengizinkan pembagian tanah seperti peristiwa Khaibar, di antaranya Abdurrahman bin 'Auf, Zubair, dan Bilal bin Rabaah. Adapun Bilal yang paling keras didalam hal ini, dimana menentang penahanan tanah-tanah pembebasan dari tangan kaum muslimin.

Dan Umar belum mampu melobi para sahabat walaupun berada disamping pendapatnya beberapa sahabat lainnya seperti Ali bin Abi Thalib, Utsman, Mu'adz, Abdullah bin Umar dan Thalhah.
Sampai akhirnya Umar terpaksa mengambil ketetapan hukum kepada kaum Anshar, maka mereka memilih lima orang dari suku Aus dan lima lagi dari suku Khazraj dan sang khalifah memaparkan kepada mereka letak perbedaan pendapat serta disebutkan juga bahaya yang mungkin terjadi dari pembagian tanah-tanah hasil pembebasan kepada tentara pembebas (fatihin), sehingga mereka menimbang-nimbangnya kemudian berkata: "Pendapat terbaik adalah apa yang kau lihat wahai Amirul Mukminin" Dari sinilah terjadi kestabilan opini dari apa yang telah ditemukan Umar bin Al-Khathab dalam kejeniusan akalnya dan pemahamannya terhadap ruh syariah.

Dan Umar menulis surat kepada wilayah-wilayah (amshor) apa yang telah tetap dari pendapat tentang masalah ini, dan beliau katakan: “Para tentara pembebas (fatihun) akan mengambil bagiannya dari harta rampasan perang (ghanaim), adapun tanah yang dibebaskan tetap milik kaum muslimin seluruhnya, yang mana diambil hasil dan produknya dan dibagi kepada umat.”

Dan kesulitan kedua yang dihadapi Umar datang dari pembagian devisa (pemasukan) negara. Apa saja dasar yang wajib dikonsentrasikan dalam pembagian devisa tersebut.? Apakah harta dibagikan kepada semua orang dengan merata? Dan pendapat Umar condong kepada pembagian berdasarkan kedudukan dan kelas masing-masing dari mereka. Kata Umar: “Sungguh saya tidak berpendapat bahwa orang yang berhijrah bersama Rasulullah Saw sama haknya dalam harta fayik dengan orang yang pernah memerangi Islam dan memeluknya kemudian”. Bertentangan dengan pendapatnya dalam hal ini Ali bin Abi Thalib. Tapi pendapat khalifah lebih unggul diatas pendapat para penentangnya, sehingga ditetapkanlah system pembagian sesuai kedudukan, Dan diletakkanlah urutan dalam masalah ini yaitu terdiri dari dua sisi: pertama didasarkan kepada hajat orang terhadap harta yang akan dinafkahkan, kedua keterdahuluannya didalam memeluk Islam dan memenangkannya. Dimulailah oleh Umar pertama kali dengan mengedepankan orang-orang yang sangat membutuhkan seperti Qaari' (pembaca) Al-Quran dan fakir yang amat menghajatkan, keduanya mengambil bagiannya yang mencukupinya. Baru kemudian dibagikan kepada golongan yang terdahulu dalam memeluk Islam dan kedekatannya kepada Rasulullah Saw.

Setelah ditaruhnya dasar-dasar ini, timbullah kemudian kendala baru yaitu: Bagaimana mencacah semua orang dan umat seluruhnya dapat terlibat dalam pemanfaatan harta tersebut, sedang hal tersebut sangat besar dan luas, nah bagaimana mendata dan mencacahnya?

Disini, para ahli arif dan bijak memberi petunjuk kepada khalifah untuk meletakkan sebuah kantor untuk orang banyak atau kantor pencatat (sipil) yang mencatat nama-nama orang didalamnya. Perlu disebutkan pada munasabah ini bahwa syair adalah perekam bagi bangsa Arab artinya bahwa syair merupakan pencatat bangsa Arab. Para ahli arif tadi telah mendapatkan hal serupa dari perangkat pencatat tersebut di negeri Kisraa. Maka oleh Umar didirikanlah sebuah diwan (Kantor pencatat) yang disebut diwanul Athaa', dimana direkam didalamnya segala nama-nama yang akan memanfaatkan dari harta-harta tersebut.

Sekarang marilah kita bayangkan bagaimana seorang khalifah dan para pembantunya mampu membatasi nama-nama orang tersebut dalam daftar catatan tadi. Sebelumnya haruslah mereka mengklasifikasikan nama-nama tersebut dalam golongan tertentu dimana mereka termasuk didalamnya agar mereka dapat dicacah didalamnya tanpa terlewatkan satupun. Dan pada masa itu orang-orang dinisbatkan kepada golongan atau sukunya, sehingga tidak mungkin semua orang dicacah kecuali dengan dasar kesukuan tadi. Memang memungkinkan bagi para pemerang agama Islam untuk dibagi berdasarkan kelompok yang diikutinya, tapi kelompok itu sendiri didasarkan pembagian kesukuan. Jadi tidak ada langkah lain disini untuk mencacahnya.
Dan dengan demikian berjalanlah pencatatan nama-nama kaum muslimin yang berhak (mustahik), semuanya sesuai dalam kabilah dan sukunya. Dan dapat dilihatnya bahwa pembatasan disini harus mendapat kepastian dari semua orang didalam kabilahnya, yaitu dalil kepastian yang sebenarnya tidak disengaja.

Kondisi masyarakat menetapkan keberadaan seseorang dalam kabilahnya, kemudian datanglah Islam menghapuskan kefanatikan tersebut dan mengikat persaudaraan antara semua orang. Sampai datangnya sistem keuangan ini mengembalikan dan memperkokoh tatanan kesukuan, dimana tidak ada jalan lain selain dari itu untuk melakukan pencacahan, dan terjadilah apa yang telah terjadi seperti yang akan kita saksikan.
Menghadang didepan Umar problem lain yaitu bagaimana mencacah orang-orang muslimin selain bangsa Arab. Umar mengikuti cara yang dikenal pada masa jahiliyah yaitu setiap kabilah-kabilah biasanya ada orang-orang yang berpihak dan loyal kepadanya dan mereka adalah bagian dari kabilah tersebut. Maka jika seseorang masuk Islam dan bergabung kepada salah satu suku Arab, maka bagi dirinya adalah bagi sukunya dan atas dirinya juga atas sukunya, serta namanya tercantum bersama nama-nama anggota kabilah tersebut. Dan begitulah apa yang dilakukan Umar, namun ia tidak menjadikan aturan ini sebagai kewajiban, bahkan katanya: “Jika ada kaum asing ingin menjadi suku tersendiri maka lakukanlah, maka bagiannya sebagaimana dirinya menjadi pendukung salah satu kabilah Arab". Namun hendaknya dibayangkan disini posisi orang yang masuk Islam tersebut, bukankah merupakan kemaslahatannya atau kebanggaannya apabila ia bernasab kepada satu kabilah Arab dan hak kewajibannya menjadi hak kewajiban kabilahnya.

Tidaklah syak bahwa orang-orang asing non-Arab akan mengutamakan saat pembagian suatu harta pemberian untuk bernisbat kepada kabilah-kabilah Arab daripada membentuk kumpulan khusus diantara mereka. Marilah kita bayangkan bahwa dahulu kala bangsa-bangsa yang berkuasa menganggap bangsa-bangsa yang diperintah sebagai bangsa yang lebih rendah dari mereka sehingga tidaklah bisa dinisbatkan ke bangsa mereka. Sedang Umar bin Al-Khathab telah membuka bagi orang asing (a’zam) peluang ini sehingga mereka mendapatkannya sebagai suatu keistimewaan yang besar sebagaimana mereka pernah menyandangnya.

Begitulah dapat dipahami bagaimana orang-orang asing telah menisbatkan diri kepada suatu kabilah Arab tanpa merasa riskan bahkan sebagai suatu keistimewaan.Hasil dari ini semua bahwa sistem keuangan telah menjadi sistem Arab, dimana pembagiannya telah didasarkan atas asas kabila-kabilah Arab, sehingga akan berdampak dalam sejarah Islam pada umumnya dan sejarah dinasti Umawiyyah pada khususnya.

Selanjutnya pembicaraan beralih kepada tanah kharraaj. Tanah yang telah menjadi milik Allah atau milik umat ini sengaja dibiarkan ditangan para petani pemilik aslinya, agar mereka mengelolanya dan dapat bekerja melaluinya sehingga dapat membayar kharajnya. Namun disamping pajak kharraj ada pajak lain yang pertama adalah jizyah. Disini tidak akan memperpanjang pembicaraan karena pada awalnya jizyah telah bercampur aduk dengan unsur kharraj, sehingga kadang jizyah telah dipakai untuk pembayaran kharraj dan kharraj digunakan dalam pengertian jizyah, sampai kedua istilah ini menemukan jalannya secara stabil untuk selamanya.

Jadi jizyah itu apa-apa yang diambil dari penduduk yang belum memeluk Islam dan menggunakan tanah kharraj untuk membayar apa-apa yang dihasilkan dari tanah tersebut. Dan Jizyah adalah pungutan untuk melindungi non-muslim dan menjamin keamanan mereka, namun mereka tidak dilibatkan dalam peperangan, dan jizyah diserahkan ke baitul-maal dan dibagikan kepada orang-orang yang terdaftar dalam kantor pencatat (diwanul-atha') . Diserahkan ke baitul-maal juga seperlima dari rikaz yaitu apa-apa yang dihasilkan dari dalam perut bumi berupa logam dan harta temuan berharga. Begitu pula kaum muslimin memberikan sepersepuluh dari hasil tanah pertaniannya, apabila mereka memiliki tanah dan mewarisinya. Dan diambil dari para pedagang sepersepuluh hasil keuntungannya dan itu semua dihimpun ke dalam baitul-maal.
Sedangkan sedakah dan zakat dimasukkan ke baitul-maal namun tidak dibagikan kepada golongan atha' tapi dibagikan untuk para kaum fakir miskin karena hak mereka sangatlah jelas, yaitu sesuatu yang diambil setiap tahunnya dari harta kalangan berada (kaya). Yang mana harta umat itu setiap empatpuluh tahun masuk ketangan kaum fakir untuk dibelanjakan dan dimanfaatkan darinya.

Jadi, telah berkumpul di dalam baitul-maal setumpuk harta amat besar yang diambil dari berbagai pihak yang telah disebutkan satu persatu tadi. Dan harta itu selalu dibagikan sehingga tidak tersisa pada baitul-maal kecuali sedikit saja yang wajib untuk kebutuhan masa mendatang. Dan Umar memerintahkan para ‘amilinnya untuk membagikan harta-harta tersebut pada waktunya agar tidak menyengsarakan orang-orang akibat keterlambatan pembagian tersebut.

Umar telah melakukan suatu pekerjaan luar biasa dalam mendata dan mencacah dalam kantor pencatat sipil (diwanul ‘atha'), juga dalam sejumlah tanah-tanah kharraj. Telah bergabung dalam melakukan hal ini Utsman bin Hanif dan Hudzaifah bin Yaman pada sejumlah tanah hitam di negeri Irak, dimana diketahui berapa luasnya dan kemudian dicacah. Dan ini suatu pekerjaan yang amat membanggakan tercatat bagi kedua sahabat ini.

Singkat kata, bahwa sistem keuangan pada masa Khulafaur Rasyidin adalah sistem yang terdiri dari beberapa unsur-unsur sistem sosialis, karena rakyat secara serentak ikut serta dalam memberikan pemasukan kepada negara untuk kembli dibagikan kepada mereka. Dan juga suatu sistem yang beberapa sisinya mengandung unsur kesukuan, karena pembagiannya berdasarkan asas kabilah.
Apa yang dapat disimpulkan dari pemaparan yang lalu tentang pembentukan negara pada masa Khulafa Rasyidin?

Dari pendahuluan yang telah kita kedepankan dapatlah ditemukan penafsirannya sekarang, dimana negara (seperti telah disebutkan) adalah negara musyawarah (syura) mengambil dari rakyat segala keputusan hukum dan sumber kehidupannya, yaitu negara yang segala sesuatunya berpusat pada hukum agama. Yaitu negara yang condong pada sistem sosialis dalam menata sistem keuangannya, dan negara bangsa Arab dalam sistem pendistribusian harta dan militernya. Disamping itu semua sebuah negara yang diperintah oleh perorangan yang ditangannya segala kekuasaan, walaupun sebenarnya bersandarkan pada syura atau pembai'atan, namun sang penguasa bisa mengambil apa saja dari keputusan-keputusan, dan bagi umat untuk memperhitungkannya jika ada kesalahan di dalamnya.

Singkat kata bahwa sistem ini adalah sistem keagamaan yang bersandar pada sistem syuura. Kekuasaan diserahkan kepada seseorang yang dipilih oleh Ahlu hilli wal-aqdi (para cerdik dan bijak) dari kalangan bangsa Arab untuk kemudian diakui oleh mayoritas rakyat, dan ia yang terpilih bertanggung jawab kepada mereka. Sedang tanah wilayah negara sepenuhnya milih seluruh umat. Juga semua harta harus masuk ke tangan para fakir setiap empat puluh tahun sekali untuk dibelanjakan demi hajat diri mereka. Dan tujuan kekuasaan untuk yang pertama dan terakhir adalah kemaslahtan umat di dunia dan akherat.

Ini adalah pendahuluan singkat yang bisa mempermudah memasuki peristiwa-peristiwa sejarah, juga memudahkan pemahaman peristiwa fitnah yang terjadi pada masa Utsman. Maka dari sini bahwa kabilah-kabilah Kahlani dan Qahthaani terdiri dari bangsa badawi (berpindah-pindah) dan bangsa yang menetap. Disini nampaknya perlu diperhatikan saat pembahasan pembagian ini antara badawi (pindah-pindah) dan hadhr (tetap).

Friday 10 January 2014

Kumpulan Sejarah Islam

Di dalam blog ini, kami berusaha untuk menyajikan Sejarah tentang dinasti Islam; Dinasti Umawiyah dan Dinasti Abbasiyah. Dinasti Umawiyah adalah sebuuah Dinasti yang telah ditakdirkan menjadi pelanjut peradaban Islam setelah masa keemasan era Khulafaur-rasyidin. Sebagai sebuah catatan Sejarah, tentu saja blog ini berusaha memaparkan dan menggambarkan secara adil dan proporsional, serta berimbang tentu saja, tentang seluk-beluk peristiwa dan tindak-tanduk para tokoh dan pelaku yang terlibat dalam perjalanan Dinasti Umawiyah. Diambil dari Buku "Dinasti Umawiyah" dan "Dinasti Abbasiyah" dengan penulis Dr Yusuf Al-'Isy (w 1967 M)yang terkenal sebagai pakar sejarah dari Syam, berusaha meluruskan stigma-stigma negatif dan cenderung dilemparkan pada Dinasti ini, tanpa mengesampingkan berbagai "peristiwa hitam" yang memang terjadi dalam kurun tegaknya Daulah Umawiyah ini.

Setelah Dinasti Umawiyah runtuh pada tahun 1300 hijriyah, mulailah Abu Al-Abbas yang bergelar As-Saffah mendirikan negara Islam di Khurasan yang merupakan batu pertama berdirinya Khilafah Islamiyah terbesar yaitu Dinasti Abbasiyah. Karakteristik pemerintahan yang diwarnai corak keislaman tersebut menorehkan prestasi luar biasa yang dicatat oleh tinta emas sepanjang sejarah manusia.

Semoga dengan blog ini diharapkan dapat memberikan gambaran utuh tentang kisah awal berdirinya Dinasti Umawiyah hingga Dinasti Abbasiyah, Biografi para Khalifah yang pernah memimpinnya, catatan peristiwa politik, ekonomi dan sosial yang terjadi di dalamnya, yang kemudian diakhiri dengan kesimpulan tentang "Sosok" masing-masing Dinasti.

Thursday 9 January 2014

Pembentukan Masyarakat: Kabilah-kabilah Arab



Sebuah keniscayaan bagi kita untuk mempelajari sosiologi masyarakat Arab sebelum masuk ke dalam peristiwa-peristiwa bersejarah. Dan masyarakat Arab inilah yang memainkan peranan penting disejarah gemerlapan Islam, dan pengaruhnya amatlah besar. Dan masyarakat Arab pada saat itu terwakili oleh suku (kabilah), karena masyarakat ini terdiri dari beberapa kabilah. Dan memang tatanan bangsa Arab pada dasarnya dibangun diatas kabilah, bahkan dipuncak masa Islam telah diletakkan sebagian kaedah perekonomian atas dasar qabilah tersebut. Inilah, suku-suku tersebut telah berperan dalam menyulut fitnah yang terjadi, dan pada akhirnya meruntuhkan kedaulatan negara Arab yaitu bani Umayyah.

Untuk itu perlu dipelajari disini kondisi suku-suku (kabilah) sebelum masa Islam, karena menjadi kunci pembuka studi kita pada periode ini (Umayyah), dan akan kita pelajari hal ini secara khusus pada abad keenam (masehi) atau pada masa jahiliyah.

Nampak pada masa itu, bangsa Arab telah menjadikan asas masyarakatnya bercabang-cabang menjadi suku-suku (kabilah-kabilah), bahkan hal itu dijadikan oleh mereka asas nasab yang berasal dari hubungan darah daging, sehingga masyarakat Arab bisa dikatakan didasarkan oleh hubungan darah. Lebih dari itu, bangsa Arab sebelumnya telah berpegang pada mazhab yang lebih jauh yaitu meninggikan nasab mereka kepada abad-abad terdahulu, dan memata-rantaikan nasab mereka kepada nenek Ismail dan Ibrahim.

Dan tidaklah disangkal bahwa bangsa Arab itu tidak mampu memberikan silsilah nasab lama mereka secara tepat dan akurat, sebab nasab suku-suku yang mereka sebarluaskan bisa Saja telah terjadi kerancuan dan tumpang tindih, sehingga didapati beberap, suku berinduk kepada kabilah lain sebagai pelindungnya dan berloyal kepadanya, maka kemudian hilanglah jati diri nasabnya, serta melebur kepada kabilah tersebut, sedang hakekatnya tidak ada kedekatan darah antara keduanya.

Sangat penting sekali, disaat mempelajari suku-suku tadi untuk memperhatikan secara jeli sosiologi suku-suku (kabilah) tadi, apakah tergolong masyarakat maju atau terbelakang (badawi), untuk itu nampaknya perlu membagi kabilah dalam tiga bagian yaitu:

Ada beberapa suku-suku yang tergolong dalam deretan peradaban yang terkemuka pada zamannya, sehingga sampai pada taraf mendirikan kerajaan setelah sebelumnya berhasil membangun perkotaan.

Cabang lain dari suku-suku itu ada yang menempati daerah terdepan (hadhar), artinya suku itu berada di perkotaan, meskipun bukan suatu keharusan kota yang dimaksud semaju seperti kota yang lalu, tapi yang jelas warganya tidak terlihat terbelakang (badawi) dengan hidup diperkemahan.

Sedang yang suku ketiga, yaitu yang warganya masih badawi dan mereka merupakan suku yang sering berpindah-pindah, tinggal diperkemahan dan tidak mapan selamanya.

Jika kita telah mengetahui perbedaan ini, maka kita mampu untuk memperlihatkan suku-suku Arab ini dengan jelas, yaitu dengan melihat dari sisi geografi terlebih dahulu. Bangsa Arab sejak zaman dahulu telah terbagi kepada dua bagian yaitu: bagian utara yang terbentang dari daerah Hijaz sampai Syam, dan bagian selatan yaitu didaerah Yaman dan Hadramaut.

Dan pembagian geografis ini disertai dengan pembagian nasab, dimana Arab bagian Utara adalah bangsa Adnan yang bermata nasab kepada Ismail bin Ibrahim, adapun yang diselatan mencap dirinya bangsa Yaman, karena mereka nasab yang tersisa dari bangsa Aribah.

Terlebih dahulu akan dibahas seputar Arab utara, dimana terpecah menjadi dua suku yaitu Mudhir dan Rabeah. Mudhir menempati daerah Utara jaziirah Arab bagian Barat, sedang Rabeah bermukim di Utara jazirah Arab bagian Timur, hanya saja suku ini terpaksa melebarkan wilayahnya sampai kebagian Timur, dan meninggi sampai ke Timur, seperti yang akan kita lihat nanti.

Menengok kepada kabilah Mudhiriyah, sebagian mereka menempati pemukiman yang cukup maju dan berdiam diperkotaan, bisa disebut pada pembagian ini yaitu suku bani Kinanah, juga Bani Quraisy di Mekkah, dan suku Hudzail dipegunungan sekitar kota Mekkah, termasuk diantaranya bangsa Mudhir Tsaqiif yang tinggal di kota Thaif.

Suku Kinanah dan Tsaqiif bisa digolongkan suku yang berkemajuan artinya bukan suku badawi (primitif) Yaitu suku bercirikan pedagang, apalagi suku Quraisy yang tinggal di Mekkah sangat terkenal dengan perdagangannya yang amat besar. Sebagian warganya amatlah kaya seperti Abu Sufyan, Walid bin Mughirah, Utsman bin Affan, dan yang lainnya.

Dan sebagian bangsa Mudhir ada yang tergolong suku badawi. Suku bani Tamiim adalah suku pertama dalam kabilah ini, yaitu suku yang memiliki wibawa dan pengaruh kuat, dan tinggal ditengah jazerah Arab namun menempati perkampungan Badiyah yang kemakmurannya sangatlah kurang serta mengandalkan perpindahan dan peperangan.

Dan suku ini terus berkembang melebar sehingga menggeser wilayah dua suku dari ras Rabi'ah yaitu Bakr dan Taghlib, bahkan menduduki tanah mereka, sehingga mereka terpaksa mengungsi ke daerah Iraq dan menetap disana. Suku bani Tamim cukup disegani dari segi militer, sampai suatu saat namanya mengungguli bangsa Mudhir sendiri yang biasanya dikenal clengan julukan Banuqais (maksudnya bangsa Mudhir)

Suku Hawazin yang tinggal di Timur kota Thaif dan Sulaim yang bermukim di Timur kota Madinah, serta Ghatafaan yang menempati sebelah Utara Khaibar. Dan Ghatafan terdiri dari suku Abas dan Dzubiyaan, keduanya dikenal sebagai suku yang saling berperang sepanjang zaman.

Dari penyebutan suku-suku tadi, bisa kita bayangkan posisi letak bangsa Mudhir di jazerah Arab ini, yaitu telah melebar sampai utara jazerah Arab dan bagian Timurnya, serta telah mendesak keluar suku Rabi'ah ke bagian barat jazerah bahkan hampir mencapai Laut Merah.

Sedang rumpun Rabi'ah, keseluruhannya menempati di daerah Badiyah, terkecuali suku Banu Hanifah dari rumpun Rabi'ah ini menempati daerah bagian Timur jazerah Arab. Dan diantara cabang besar dari suku ini adalah rumpun Wail, dan darinya terdapat suku Bakr dan Taghlib. Dan seperti yang lalu, Bani Tamim telah mengusir kedua suku tersebut hingga sebagian mereka berhijrah ke daerah Iraq, yaitu seluruh suku Taghlib dan sebagian besar dari suku Bakr.

Sedangkan sisa dari suku Bakr lainnya menempati daerah barat laut Barat dan melebar dipelbagai daerah dari Ahsaa sampai ke Iraq dan hidup sangat sederhana (badawiyah). Dan pertikaian terus berlangsung antara Bakr dan Taghlib dalam urusan peternakan atau yang lainnya, hal ini berpulang kepada negara Persia yang sering menciptakan hazazaat antar keduanya, sehingga mereka mampu menakluki keduanya.

Sedang dari rumpun Rabi'ah ada suku Banu Hanifah menempati daerah Yamamah yang terdapat satu kota besar dan dua kota. kecil. Mereka tinggal disekeliling dua kota tersebut dan sebagian bermukim di tengahnya. Namun kebanyakan dari Rumpun Rabiah ini bergaya badawi dan hidup tidak teap serta berpindah-pindah.Dan Banu Hanifah mendirikan negara Hamdzah di Yamamah yaitu sebuah negara kecil. Tersisa dari rumpun Rabi'ah beberapa suku besar diantaranya Bani Abdul Qais yang bermukim di Bahrain dan sepanjang tepiannya, namun suku ini terus menerus hidup dalam keadaan labil dan terbelakang. Juga ada anak suku Bani Asdu yang memanjang dari arah rumpun Rabiah menuju bagian Utara dari Jazerah Arabia. Tapi bani Thayi datang ke tempat mereka dan sedikit demi sedikit mengusir keluar mereka dengan perang dan membinasakan mereka, sampai menguasai kebanyakan dari tanah mereka. Dan bani Asdu hidup dengan cara tertinggal meskipun dari sisi teknik berperang suku ini ini tidak sepiawai suku-suku badui lainnya.

Berikut, secara singkat penjelasan tentang kabilah-kabilah Adnaan dan pembagian wilayah mereka di seluruh jazerah Arab. Kabilah ini terbagi dua macam, pertama bangsa yang berbudaya biasa yaitu yang tidak mencapai tingkat bernegara atau berperadaban, Sedang kedua bangsa barbar dan badui yang mereka senang hidup tidak tetap dan berpindah-pindah, dan mereka mayoritas dari kabilah ini.

Adapun Arab disebelah selatan, pada dasarnya mereka bangsa yang beradab, dan peradaban mereka ditarik ke masa peradaban pertama mereka adalah peradaban Mu'ayyiniyyah yang ada pada alaf kedua sebelum tahun miladiyah. Kedua, peradaban Himyariyyah yang muncul pada penghujung menjelang tahun miladiyah dan peradaban sebelumnya (Mu'ayyiniyah) telah runtuh. Sehingga yang tersisa hanya dua peradaban yaitu Sabaiyyah dan Himyariyyah yang keduanya sama-sama menjadi peradaban yang maju dan menjadi dua cabang besar dari bangsa Arab. Selanjutnya Sabaiyyah dinisbahkan kepada bangsa Kahlaan dan Hamiiriyyah kepada bangsa Qahthaan. Adapun sebuah musibah besar telah menimpa bangsa Kahlan yaitu banjir besar yang telah merusak bendungan Ma'rab dan mengakibatkan hilangnya banyak kota. Dan orang-orang Kahlan tidak mampu bertahan lagi hidup di Yaman sehingga mereka mengungsi keluar darinya. Para ahli sejarah tidak mengetahui secara pasti kapan runtuhnya bendungan Ma'rab tersebut, tapi penukilan terdekat menyatakan peristiwa itu terjadi pada permulaan tahun masehi. Namun demikian bahwa rusaknya bendungan Ma'rab ini bukan satu-satunya sebab bereksodusnya bangsa Kahlan dari Yaman, karena faktor perniagaan mereka terancam mati akibat pengaruh bangsa Byzantium dan Yunani yang mampu mencapai sebagian daerah yang biasa dimanfaatkan bangsa Kahlan sehingga semakin susutlah profesi dan modal harta mereka, sampai datang badai banjir kemudian mereka berhijrah.

Untuk itu akan dikenang beberapa suku Kahlan dan kisah pengungsiannya:

Diantara suku-suku Kahlan adalah kabilah besar Azdu dan Ghassasinah yang bermukim di selatan Syam dan mereka mendirikan kerajaan yaitu kerajaan Bani Jafnah. Juga ada suku Aus dan Khazraj, keduanya berhijrah ke utara Mekkah dan berdiam di Madinah serta menjadi bangsa yang beradab. Tapi keduanya terus menerus berselisih yang menghalangi keduanya membentuk tatanan baru untuk membentuk sebuah peradaban seperti peradaban Ghassaasanah, bahkan terjadi peristiwa antara keduanya dan suku Mudhirrin karena keduanya memasuki wilayah tanah Mudhir.

Termasuk bangsa Kahlan adalah suku Lakham yang bergerak keatas ke arah Utara sampai ke sebelah barat Irak dan mendirikan sebuah kerajaan besar yaitu kerajaan Hiirah. Dan kerajaan Hiirah berhadapan didepan kerajaan Ghassaan dan keduanya saling berseteru yang digerakan oleh pihak-pihak asing. Dimana satu sisi bangsa parsi mendorong kerajaan Hiirah dan disisi lain bangsa Romawi menggerakkan bangsa Ghassaan.

Kembali kepada suku Azud, dapat dilihat bahwa mereka menciptakan suatu tatanan sosial di negeri Omman yaitu pemerintahan Julandi diakhir masa jahiliyah. Akan tetapi tatanan ini tidak tampak cukup berbudaya sebagaimana mestinya. Cabang dari suku Azud ini pada gilirannya akan berperan penting dalam sejarah Islam seperti yang akan kita saksikan , walau penilaian beberapa kabilah terhadapnya tidaklah cukup baik.

Tergolong bangsa Kahlan juga adalah suku Kindah. Mereka ingin menjadi dinasti yang disegani, sehingga mereka berpindah ke Utara Jazerah Arab dan mencoba menguasai daerah Najed serta merangkul suku-suku yang masih terbelakang dan upaya ini hampir tercapai kalau saja Islam tidak muncul kemudian dan akan mengancam kerajaan mereka. Singkat kata mereka sempat menguasai kabilah Mudhiriyyah tanpa suku Kinanah dan Tsaqiif.

Dan termasuk bangsa Kahlan adalah suku Thayyi' , yaitu suku yang bisa dinilai mengusir bani Asad dari tempat asalnya disebelah utara Jazeerah Arab, dan mereka berdiam menduduki-nya serta hidup dengan gaya badui dan tidaklah menetap, sehingga yang tersisa sampai hari ini dari kabilah ini adalah suku Syamar. Sedangkan bangsa Qahthan mayoritas menetap di negeri Yaman, dan terkikis habis negeri mereka akibat dampak asing yang datang dari Habasyah, diantaranya banu Harits, Madzhaj, dan Hamdaan. Ada satu suku berhijrah ke negeri Syaam yaitu suku Bani Kalb dan suku ini akan berperan penting pada masa berikutnya. Sedang suku yang lain berhijrah ke utara laut merah, yaitu suku Udzrah, dan mereka diperkirakan bermukim ditengah kaum Mudhirrin.

Maka dari sini bahwa kabilah-kabilah Kahlani dan Qahthaani terdiri dari bangsa badawi (berpindah-pindah) dan bangsa yang menetap. Disini nampaknya perlu diperhatikan saat pembahasan pembagian ini antara badawi (pindah-pindah) dan hadhr (tetap).

Friday 3 January 2014

Wilayah



Khalifah Umar bin Al-Khatab telah meletakkan sistem wilayah-wilayah negara Islam pada masa khilafah rasyidin dalam bentuk final. Sedang Abu Bakar telah meletakan asas-asas pertama sistem ini dengan mengirim tentara untuk melakukan futuhaat yang dipimpin oleh seorang panglima militer. Menurutnya panglima itulah yang mengatur daerah-daerah yang dibukanya. Adapun Umar bin Al-Khatab meletakkan system pembagian wilayah ini sampai menjadi mapan, dimana pada masanya seorang wali pemerintahan dijuluki dengan Amiir (orang pertama yang menyandang gelar Amiir ini adalah Mughirah bin syu'bah) maka selanjutnya sebutan ini berlaku untuk para panglima dan wali pemerintahan.

Dan seorang Amiir baginya adalah pemegang kekuasaan (sulthan) khalifah di daerahnya, sebab ditangannyalah terdapat tiga kekuasaan, baik tasyri'iyyah (legislative) yaitu kekuasaan yang dirujukkan kepada sang khalifah, atau tanfiidziyyah (eksekutif) dalam mengurus wilayahnya, serta qadhaiyyah (yudikatif) dalam hal itu juga. Namun oleh khalifah Umar ketiga kekuasaan tadi dilepas satu demi satu dan dipisahkan, serta menyisakan kekuasaan eksekutif untuk Amiir beserta kewenangan Imamah di masjid.

Beliau juga memisahkan sistem peradilan (Qadha), maka ditunjuklah beberapa qadhi diberbagai wilayah. Juga memisahkan sistem kharraaj dengan menunjuk para petugas pengambil kharraaj dan shadaqah.

Seorang Qadhi memutuskan gugatan-gugatan ditengah masyarakat, membagi hasil fa'i atau mengawasi pendistribusi¬annya, juga memantau kondisi para anak-anak yatim dan para janda serta harta-harta mereka.

Adapun penanggungjawab kharraaj adalah pengawas atas pengaturan harta berian dan penghimpunannya dan harta sedekah.

Kendati demikian para wali, qadhi dan para pegawai negara tadi kembali dan tunduk mereka kepada sang khalifah yang menunjuk dan memberhentikan mereka. Dan sistem ini terus berjalan sampai akhir masa khilafah rasyidin.